Prabowo Subianto
Nama Prabowo Subianto kian ramai dibicarakan orang. Sebagai bakal calon
presiden RI 2014-2019 yang dianggap punya peluang besar, nama mantan Danjen
Kopassus dan pengusaha kaya itu belakangan ini makin santer diberitakan. Yang
terakhir, misalnya, ia diterima Presiden SBY pada 11 Maret 2013.
Pertemuannya dengan SBY itu rupanya memantik beragam spekulasi dan pendapat.
Ada penilaian ‘miring’, netral, atau pun positif.
Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi,
misalnya, berpendapat bahwa sebagai kandidat presiden Prabowo yang potensial –
dengan popularitas lumayan tinggi -- parpol pendukungnya perlu mencari dukungan
kekuatan dari luar.
"Di sini, Prabowo memiliki kepentingan terhadap kekuatan politik dari partai
lain, tak terkecuali dari Demokrat," kata Airlangga.
Sebaliknya, SBY juga punya kepentingan terhadap para calon Presiden pemenang
Pemilu 2014. Tujuannya, untuk mengamankan jaringan atau kekuatan politik
SBY.
“Namun pendekatan keduanya belum final dan merupakan pendekatan awal.
Sehingga jangan ditafsirkan sebagai bentuk dukungan SBY kepada Prabowo,†kata
Airlangga.
Walhasil, kisah Prabowo dan polemik mengenai dirinya makin ramai diberitakan
media.
Namun ada yang luput dari pemberitaan, yakni ketika 500-an pemimpin
organisasi dan pengusaha berkunjung ke kediaman Prabowo, di Desa Hambalang,
Bojong Koneng, Bogor, Kamis pekan lalu (14 Maret 2013).
Kediaman mantan Panglima Kostrad kelahiran 17 Oktober 1951 itu luasnya
sekitar 4,8 hektar. Diperkaya sarana landasan helikopter (helipad), kolam
renang, dan lahan untuk olahraga berkuda (ia memelihara sejumlah kuda jenis
Lusiano), padepokan berarsitektur Jawa itu terasa kian sejuk berkat pepohonan
pinus dan berbagai tanaman lain di sekelilingnya.
Rumah penggemar pencak silat itu juga diperkaya dengan perpustakaan,
tempatnya menghabiskan waktu senggang membaca berbagai buku berbahasa Indonesia
dan Inggris.
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu memang kaya besar. Pada pemilihan
presiden 2009 lalu, Prabowo adalah calon (wakil presiden) paling kaya, dengan
harta yang diperkirakan bernilai sekitar Rp.1,5 triliun dan US$ 7,5 juta.
Adik Bintianingsih dan Mayrani Ekowati itu kini juga pemilik bisnis Grup
Nusantara yang dulu dibelinya dari Bob Hasan. Bersama Hashim Djojohadikusumo,
adiknya, Prabowo mengelola 27-an anak perusahaan Grup Nusantara di dalam dan
luar negeri.
Di ‘istana’ yang asri tersebut, Prabowo memaparkan konsep “Tantangan
Masa Depan Indonesia,†yang membahas berbagai potensi yang kita miliki
sekarang, dan tantangan Indonesia 20 tahun mendatang.
Dalam acara yang diatur oleh ‘Indonesia Asia Institute’ – yang antara
lain dihadiri Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas)
Prita Kemal Gani, pengusaha BRA Mooryati Soedibyo – terkesan bahwa Prabowo
menguasai ‘public speaking’ dengan baik. Meski belum sempurna, cara bicara,
intonasi dan body language-nya lebih menarik dari gaya sementara tokoh politik
lain di Indonesia.
Tantangan Indonesia
Prabowo -- yang dalam penyusunan analisa dan konsep-konsep besarnya mengaku
dibantu puluhan pakar (banyak di antaranya bergelar doktor) -- mengetengahkan
bahwa, sedikitnya ada empat tantangan serius yang kita hadapi di masa
mendatang.
Dua yang pertama adalah masalah menurunnya cadangan energi dan tingginya
populasi penduduk kita, yang rata-rata naik 1,6 % per tahun, sehingga pada 2030
kita harus ‘memberi makan’ tambahan 76 juta jiwa baru.
Tantangan ketiga, menurut putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo itu,
adalah sistem pemerintahan yang lemah, tidak efisien, dan korup yang saling
berkelindan bagaikan lingkaran setan.
Terkait hal itu, Prabowo memberikan gambaran tidak efisiennya pengelolaan
pemerintahan di Indonesia dibandingkan dengan India dan China. Menurut data
Prabowo, 241 juta penduduk Indonesia diurus oleh 497 kabupaten. Sehingga, setiap
badan otoritas itu sebenarnya hanya mengurus 484 ribu jiwa.
Ini, katanya, jauh beda dengan India yang punya 1,2 milyar penduduk, dan
hanya diurus oleh 35 badan pemerintahan. “Sehingga satu bupati atau walikota
mengelola 34 juta jiwa.â€
Yang paling efisien adalah China: dengan penduduk 1,4 milyar diurus hanya
oleh 33 badan otoritas – sehingga setiap badan pemerintah dari pusat hingga
daerah di China mengurus 42 juta orang.
Terakhir, tantangan penting lainnya adalah ketidakseimbangan struktural
perekonomian Indonesia. Untuk yang terakhir ini Prabowo mewanti-wanti, bahwa
berhubung 60 % uang beredar di Jakarta dan 30 prosennya di kota besar lainnya,
maka desa-desa kita hanya mendapatkan 10 prosen sirkulasi uang.
“Ini tidak adil, dan jika kita tidak berhati-hati mengelolanya, saya kuatir
bisa meledak,†kata Prabowo.
Mungkin ledakan itu tidak secepat yang terjadi di Timur Tengah (Musim Semi
Arab), karena menurutnya, ambang (threshold) penderitaan orang Indonesia lebih
tinggi – artinya, rakyat kita relatif ‘lebih tahan’ menderita. Prabowo
kemudian memberikan contoh, betapa di saat hujan turun di tengah kemacetan
jalanan sekitar Kuningan, Jakarta, wong cilik penjaja minuman masih bisa
senyum-senyum dan becanda dengan temannya.
Namun ia tetap optimis bahwa, bila dikelola secara benar dan baik, pada tahun
2030 mendatang Indonesia (yang kini berada dalam 16 besar dunia) bisa masuk
dalam 10 besar negara di dunia. Maka ia pun menawarkan solusi lewat rencana
besar yang disebutnya ‘strategi dorongan besar’, alias ‘big push
strategy’.
Mesti dijalankan secara simultan, di antara langkah penting yang harus
dijalankan selama 20 tahun ke depan itu, misalnya adalah mengubah 16 juta hektar
hutan rusak menjadi lahan pertanian yang produktif, dan ‘menyulap’
sedikitnya 10 juta hektar lahan untuk biofuel, dan enam hektar lainnya untuk
hortikultura.
“Menurut para ahli pertanian, untuk setiap hektar tanah yang dikelola
secara produktif dapat menyediakan 6-10 tenaga kerja. Maka, dengan pengelolaan
10 juta hektar lahan produksi, umpamanya, minimal kita dapat menciptakan
lapangan kerja bagi 40 juta orang,†kata Prabowo lagi.
Pemaparan berakhir dengan tepuk tangan. Banyak yang berdecak kagum kepadanya,
dan menjadi makin yakin bahwa ia bukan saja seorang pemimpin yang tegas, tetapi
juga cerdas. Tetapi ada juga yang mengerenyitkan dahi, karena menganggap
pemaparan tadi tak cukup sebagai modal calon presiden, karena yang lebih perlu
adalah bukti nyata kedekatan kepada rakyat banyak.
Sebagai calon pemimpin yang tampaknya peduli pada program yang pro-rakyat,
Prabowo perlu meningkatkan reputasinya sebagai ‘petani’ yang ramah dan dekat
dengan masyarakat banyak.
Tidak perlu meniru gaya Jokowi yang doyan blusukan, masuk gorong-gorong, dan
sebagainya, tetapi ada beberapa hal yang bisa dilakukannya. Umpamanya, makin
serius menggeser kesan militeristik dengan gaya sipil, dan berkomunikasi secara
lebih langsung, terbuka dan ramah dengan orang banyak.
“Sebaiknya ia lebih rileks, lebih banyak tersenyum dan lebih membumi –
misalnya, mengikuti gaya kepemimpinan presiden China yang baru Xi Jinping, atau
Presiden Iran Ahmadinejad,†kata seorang kawan yang hadir.
“Ah, tetapi kan Anda baru sekali ketemu ‘kosong-delapan’ (kode
panggilan Prabowo)?,†tanya saya pada kawan tadi, “Apa itu cukup buat bahan
menilainya secara utuh?â€
Lalu seorang teman lain menimpali, “Selain program ekonomi kerakyatannya
itu, beliau berani dan tidak ragu dalam bersikap. Ini yang jarang dimiliki
pimpinan di Indonesia saat ini."
*) Konsultan Komunikasi; Ketua Bidang Pengembangan Cabang,
BPPPerhumas.